Rabu, 28 Maret 2012

SUMBER HUKUM ISLAM


SUMBER HUKUM ISLAM
  1. AL-QURAN
Al-Quran ialah kalam Allah (kalaamullah-QS 53:4) dalam bahasa Arab, sebagai sebuah mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui utusan Allah Malaikat Jibril a.s untuk digunakan sebagai pedoman hidup bagi manusia dalam menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan diakhirat.
Kalam adalah sarana(wasilah)untuk menerangkan sesuatu berupa ilmu pengetahuan, nasehat, atau berbagai kehendak, lalu memberitahukan perkara itu kepada orang lain.
Allah SWT menurunkan Al-Quran langsung kepada Nabi Muhammad saw melalui utusannya Malaikat Jibril a,s,secara berangsur-angsur selama 23 tahun.Setiap ayat yang diturunkan,kemudian dihafalkan oleh Nabi dan para sahabat,sehingga sempurna emnjadi sebuah Al-Quran.
Sebagian ayat Al-Quran turun dikota Mekah sebelum peristiwa Hijrah, dan sebagian yang lainnya turun dikota Madinah setelah peristiwa Hijrah. Ayat yang diturunkan pertama kali adalah (QS 96:1-5) sedangkan ayat yang terakhir adalah (QS 5:3).
...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu,dan telah aku cukupkan nikmat Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu...”
Ada dua alasan mengapa Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur
  1. Untuk menguatkan hati, berupa kesenangan rohani (spiritual) agar Nabi selalu tetap merasa senang dapat berkomunikasi dengan Allah, dan menghujamkan Al-Quran serta hukum-hukumnya didalam jiwa Nabi dan jiwa manusia umumnya, sekaligus menjelaskan jalan untuk memahaminya.
  2. Untuk menartilkan (membaca dengan benar dan pelan) Al-Quran, kondisi umat saat Al-Quran diturunkan adalah umimiy, yaitu tidak dapat membaca dan menulis, sementara Allah SWT menghendaki Al-Quran dapat dihafal dan diresapi agar secara berkesinambungan (mutawattir) tetap terpelihara dan keasliannya (lestari) sampai hari kiamat.
“Sungguh Kami-lah yang menurunkan Al-Quran dan sungguh kami yang memeliharanya.”
Allah-lah yang menjaga kemurnian Al-Quran sehingga terbebas dari penyimpangan yang dibuat oleh manusia.
Fungsi Al-Quran
  1. Al-Quran sebagai pedoman hidup (QS 45:20).
  2. Al-Quran sebagi rahmat bagi alam semesta (QS10:57, dan QS17:82).
  3. Al-Quran sebagai cahaya petunjuk (QS 42:52 dan QS 2:2-185).
  4. Al-Quran sebagai peringatan (QS 18:2)
  5. Al-Quran sebagai penerang dan pembeda (QS 2:185,QS 3:138,dan QS 36:69).
  6. Al-Quran sebagai pelajaran (QS 10:57 dan QS 69:48),
  7. Al-Quran sebagi sumber ilmu (QS96:1-5).
  8. Al-Quran sebagi hukum(QS 13:37).
  9. Al-Quran sebagai obat penyakit jiwa(QS 10:57)
  10. Al-Quran sebagai pemberi kabar gembira (QS 16:102)
  11. Al-Quran sebagai pedoman melakukan pencatatan (QS 2;282-283),
Mukjizat Al-Quran
Al-Quran sebagi mukjizat yang hebat, tetap dan kekal sepanjang masa, telah diakui oleh para cendekiawan pada masa lalu dan sekarang.
  1. Keindahan seni bahasa Al-Quran (balaghah) tidak hanya diakui oleh kalangan sastrawan Arab saja, tetapi diakui pula oleh para ahli yang pernah mendalami dan mengakui ilmu bayan dalam bahasa Arab.
Allah menantang manusia dan jin untuk membuat sesuatu yang berupa dengan Al-Quran.Al-Quran kemudian menjawab sendiri bahwa sekalipun semua manusi dan jin berkumpul dan berkolaborasi, mereka tidak akan pernah mampu untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran (QS 17:88)
  1. Kebenaran keberitaan Al-Quran tentang keadaan yang terjadi pada abad-abad yang silam- kisah kaum’Ad dan Tsamud, kaum Luth, kaum Nuh, kaum Nabi Ibrahim, tentang Musa beserta kaumnya, kaus Fir’aun, tentang Maryam dan kelahirannya, kelahiran Yahya, kelahiran Isa Al-Masih, dan senbagainya, yang semua benar, sesuai dengan kebenaran nasional (QS14:9)
  2. Pemberitaan Al-Quran tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa datang juga merupakan kebenaran yang tidak terbantahkan. Misalnya, pemberitaan Al-Quran mengenai kekalahan bangsa Persia setelah lebih dulu bangsa Romawi kalah (QS30;1-5).
  3. Kandungan Al-Quran banyak memuat informasi tentang ilmu pengetahuan yang tidak mungkin diketahui oleh seorang umimiy yang tidak pandai membaca dan menulis, dan tidak ada suatu perguruan atau lembaga pendidikan yang mengajarkan saat Al-Quran diturunkan.Misalnya Al-Quran menjelaskan realitas ilmiah tentang kejadian langit dan bumi, seperti dinyatakan bahwa langit dan bumi itu dulunya berasal dari satu gumpalan, kemudian terjadi ledakan yang membuatnya terpecah-pecah menjadi beberapa planet (QS 21:30)
Al-Quran sebagai sumber hukum
Al-Quran dijadikan sebagai sumber hukum yang utama, karena Al-Quran berasal dari Allah SWT yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi manusia dalam menata kehidupannya sehingga selamat didunia dan akhirat. Al-Quran memuat seluruh aspek hukum terkait dengan akidah, syariah (baik mahdhah maupun muamalah), dan akhlak serta terjaga keaslian dan keotentikannya. Oleh karena itu, wujud pengalaman dari keimanan kepada Allah, Rasul dan kitab-Nya dilakukan dengan menerima dan melaksanakan ajaran yang terkandung dalam Al-Quran secara utuh, bukan dengan sebagian dan mengingkari sebagian yang lain (QS 2:208).
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
Mencari dan mengembangkan harta benda dan kekayaan diperbolehkan dalam islam, sepanjang hal itu dilaksanakan dalam koridor yang benar dan halal yaitu melalui pekerjaan dan atau perniagaan halal yang paling rela.
Al Quran juga mengatur mengenai hukum keluarga antara lain berupa penjelasan tentang pernikahan, mahram, perceraian (thalaq), macam-macam ‘iddah dan tempatnya, pembagian harta pusaka (fara’idh), dan sebagainya.
Bahkan pengaturan dalam melakukan muamalah dengan nonmuslim juga diatur dalam Al Quran. Al Quran membagi orang kafir menjadi tiga bagian yaitu :
a) Kafir dzimmy dan mua’ahad, yaitu kafir yang telah mengikat perjanjian, sehingga Allah SWT memperihtahkan untuk bergaul dengan mereka seperti sesama muslim;
b) Kafir musta’man, yaitu yang dianggap aman/tidak membahayakan, sehingga darah dan harta benda mereka haram (tidak boleh diganggu) sepanjang mereka masih tetap memegang teguh perjanjian.
c) Kafir harby (musuh), di mana Allah SWT tetap memberikan hak-hak yang harus dihormati atas berkat dan martabat kemanusiaan, hak persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah), hak keadilan sepadan dengan memerhatikan keutamaan/kemaslahatan.
Dari tuntutan tersebut diketahui bahwa Islam memperlakukan nonmuslim sangatlah adil sekaligus juga membuktikan bahwa Al Quran memang suatu bentuk pedoman yang sangat lengkap dan bersifat universal.
  1. As Sunnah
As Sunah ialah ucapan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah) serta ketetapan –ketetapan (taqririyah) Nabi Muhammad saw yang merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al Quran.
Dalam banyak hal, Al Quran baru menjelaskan prinsip-prinsip umum yang bersifat umum yang bersifat global dan universal. Oleh karena itu, salah satu fungsi As-Sunnah adalah untuk menjelaskan dan menguraikan secara lebih perinci prinsip-prinsip yang telah disebutkan dalam Al Quran dengan contoh-contoh aplikatif.
Selain itu, As-Sunah bisa juga membatasi ketentuan Al Quran yang bersifat umum, dan bahkan bisa menetapkan hukum yang tidak ada dalam Al Quran.
Salah satu contoh ucapan Nabi Muhammad saw yang dijadikan sumber hukum islam adalah sabda beliau yang memperintahkan untuk mulai puasa Ramadan ketika masuk tanggal satu Ramadhan dan berhenti puasa (berbuka/lebaran) karena melihat tanggal 1 syawal.
Berita tentang Ucapan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah) serta ketetapan-ketetapan (taqririyah) Nabi Muhammad saw disebut hadis. Sebuah hadis mengandung 3 (tiga) elemen, yaitu rawi, sanad, dan matan. Rawi adalah orang yang menyampaikan hadis, mereka yang mengantarkan kita sampai kepada matan atau teks hadis.
Berbeda dengan Al Quran yang telah ditulis pada masa Nabi, hadis lebih banyak dihafal daripada ditulis. Bahkan pada awalnya. Rasul melarang para sahabat untuk mencatat hadis, karena khawatir tercampur dengan Al quran. Izin penulisan hadis hanya diberikan kepada sahabat tertentu seperti Abdullah bin Amr. Rasul juga meminta orang yang mendengarkan hadis untuk menyampaikan dengan teliti dan jujur kepada orang lain, seperti yang tertulis dalah hadis mutawattir berikut ini:
“...semoga Allah mencerahkan seseorang yang mendengarkan perkataanku kemudian dia memahaminya dengan baik dan menyampaikan sebagaimana yang dia dengar. Boleh jadi orang yang menerima (penyampaian) itu lebih memahami daripada orang yang mendengarkannya...”
Kendati sudah ada catatan –catatan hadis yang ditulis beberapa sahabat, penulisan hadis secara khusus baru dimulai pada awal abad ke 2 H. Untuk menjaga hadis dari kebohongan dan pemalsuan dalam periwayatannya. Para ulama merumuskan syarat-syarat penerimaan hadis, baik yang berhubungan dengan periwatannya maupun isi hadis itu sendiri.
Periwayatan hadis
Dalam segi jumlah perawinya yang bersambung mata rantainya (muuasil as-sanad), ulama mengelompokkan hadis menjadi tig, yaitu :
1. Hadis Mutawattir, ialah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang tidak terhitung jumlahnya dan mereka tidak mungkin bersepakat berbohong dengan perawi yang sama banyaknya hingga sanadnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad saw.
2. Hadis Masyur, ialah hadis yang diriwayatkan dari sahabat, oleh seorang, dua orang atau lebih sedikit dari kalangan sahabat, atau diriwayatkan dari sahabat, oleh seorang atau dua orang perawi kemudian setelah itu tersebar luas hingga diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak mungkin bersepakat bohong.
3. Hadis Ahad, atau khabar khasshah menurut Syafi’i ialah setiap hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh seorang, dua orang atau sedikit lebih banyak, dan belum mencapai syarat hadis masyur. Sunnah ahad ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Hadis shahih ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung, sampai kepada Rasulullah, tidak mempunyai cacat.
b. Hadis hasan ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tapi kurang ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada Rasulallah, tidak mempunyai cacat dan tidak berlawanan dengan orang yang lebih terpercaya.
c. Hadis dha’if ialah, hadis yang tidak memnuhi syarat-syarat hadis shahih dan hadis hasan.
Dengan beragamnya tingkatan hadis seperti di atas, seseorang muslim ketika hendak berpedoman pada Hadis harus memerhatikan kesahihannya dan tidak bertentangan dengan Al quran. Di Indonesia, komplikasi hadis shahih yang sering dijadikan rujukan adalah hadis riwayat Bukhari dan Muslim.
Fungsi As-Sunnah antara lain:
  1. Menguatkan hukum yang telah ditetapkan dalam alqur’an
  2. Memberikan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an dan menjelskan rincian ayat-ayat masih bersifat umum
3. Membatasi kemutlakannya
4. Menakhsiskan/mengkhususkan keumumannya
5. Menciptakan hukum baru yang tidak ad di dalam Al-Qur’an, contoh:
As-Sunnah sebagai sumber hukum
Ketaatan kepada Allah SWT harus diikuti dengan ketaatan kepada Rasul. Sebaliknya, ketaatan kepada Rasul harus diikuti pula dengan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga keduanya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Barang siapa menaati Rasul, maka sesungguhnya dia telah menaati Allah SWT. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka. (QS. 4:80)
Rasulullah saw telah memberikan contoh dan teladan, bagaimana cara shalat yang benar, masuk kamar mandi, bagaimana keluar dari kamar mandi, dan semua aspek dalam kehidupan umat manusia yang baik.
Konsekuensi ketaatan kepada Rasulullah adalah dengan mengimani dan membenarkan apa yang dikabarkannya, mengagungkan dan membelanya, memperbanyak salawat, serta menghidupakn sunnahnya. Oleh karena itu, seorang muslim perlu melengkapi rujukan sumber hukum Al-Qur’an sebagai rujukan utama dengan As-Sunnah.
  1. Ijmak
Ijmak adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah saw, terhadap hukum syara’ yang bersifat praktis (‘amaliy), dan merupakan suber hukum islam ketiga setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalil yang menjadi dasar Ijmak adalah sabada Rasulullah sw yang berbunyi:
“apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut pandangan Allah SWT juga baik”
“umatku tidak akan bersepakat atas perbuatan yang sesat”.
“ingatlah, barangsiapa yang ingin menempati surge, maka bergabunglah (ikutilah)jama’ah. Karena syaithan adalah bersama orang-orang yang menyendiri. Ia akan lebih jauh dari dua orang. Dari pada dari seseorang yang menyendiri.” (HR.Umar bin Khatthab)
Jumhur ulama berpendapat, bahwa alasan dapat digunakannya Ijmak sebagai sumber hukum islam, adalah sebagai berikut.
  1. Hadis-hadis yang menyatakan bahwa umat Muhammad tidak akan bersepakat terhadap kesesatan. Apa yang menurut pandangan kaum muslimin baik, maka menurut Allah SWT juga baik. Oleh karena itu, amal perbuatan para sahabat yang telah disepakati dapat dijadikan argumentasi (hujjah).
  2. Mengikuti jalan akidah orang bukan mukmin adalah haram, karena menentang Allah SWT dan Rasul, dan diancam neraka jahannam. Mengikuti pendapat orang mukmin, berarti mengikuti sesuatu yang ditetapkan berdasarkan ijmak. Dengan demikian, ijmak dapat dijadikan hujjah yang dapat digunakan untuk menggali hukum syara’ (istimbath) dari nash-nash syara’.
Tingkatan Ijmak
Menurut Imam Syafi’i tingkatan, ijmak adalah sebagai berikut :
1. Ijmak Syarih ialah jika engkau atau salah seorang ulama mengatakan. “hukum ini telah disepakati”. Maka niscaya setiap ulama yang engkau temui juga mengatakan seperti apa yang engkau katakan.
2. Ijmak Sukuti ialah suat pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid, kemudian pendapat tersebut telah diketahui oleh para mujtahid yang hidup semasa dengan mujtahid diatas akan tetapi tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.
3. Ijmak pada Permasalahan pokok, jika para ahli fikih (fuqaha) yang hidup dalam satu masa (generasi) berbeda dalam berbagai pendapat, akan tetapi bersepakat dalam hukum yang pokok, maka seseorang tidak boleh mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan pendapat-pendapat mereka.
Faktor-faktor yang harus terpenuhi sehingga Ijmak dapat dijadikan dasar hukum adalah sebagai berikut :
  1. Pada masa terjadinya peristiwa itu harus ada beberapa orang mujtahid.
  2. Kesepakatan itu haruslah kesepakatan yang bulat.
  3. Seluruh Mujtahid menyetujui hukum syara’ yang telah mereka putuskan itu dengan tidak memandang negara, Kebangsaan dan golongan mereka.
  4. Kesepakatan itu diterapkan secara tegas terhadap peristiwa tersebut baik lewat perkaitan maupun perbuatan.
Sedangkan untuk menjadi mujtahid, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. (Yahya & Fatchurahman. 1997)
  • Menguasai ilmu bahasa arab dengan segala cabangnya,
  • Mengetahui nash-nash Al Qur’an perihal Hukum-Hukum syari’at yang dikandungnya, ayat-ayat hukum, cara mengeluarkan (istimbath) hukum dari Al-Qur’an. Selain itu juga harus mengetahui antara lain ashabun nuzul (sebab turunya suat ayat), tafsir dari ayat yang hendak ditetapkan hukumnya (istimbath).
  • Mengetahui nash-nash Al-hadis yaitu mengetahui hukum syariat yang didatangkan oleh Al hadis dan mampu mengeluarkan (istibath-kan) hukum perbuatan orang mukalaf dari padanya. Di samping ia harus mengetahui derajat dan nilai hadis seperti muttawattir, ahad, shahih, hasan dan dhaif juga harus mengetahui keadaan perawinya, mana hadis yang tsiqah (terpercaya) hingga dapat digunakan hujjah hadisnya dan mana yang ghoiru tsiqah (tidak terpercaya) untuk ditolak hadisnya.
  • Mengetahui maqashidus syari’ah (tujuan syari’ah), tingkah laku dan adat kebiasaan manusia yang mengandung maslahat dan kemudaratan.
Ijmak sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam setelah Al Qur’an dan As Sunnah, cara penetapan hukumannya bukanlah hal yang mudah karena ada kriteria yang harus dipenuhi agar hasil dari Ijmak dapat dijadikan sebagai pedoman.
  1. Qiyas
Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan sejenisnya. Sedangkan menurut terminologi, definisi qiyas secara umum adalah suatu proses penyikapan kesamaan hukum suat kasus yang tidak disebutkan dalam suat nash baik di Al Qur’an dan As Sunnah dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena ada kesamaan dalam alasannya (‘illat). Hal ini sesuai dengan (QS 59:2)
“maka ambillah pelajaran wahai orang-orang beriman yang mempunyai wawasan.”
‘pelajaran’ adalah qiyaslah keadaanmu dengan apa yang telah terjadi.
Proses qiyas untuk suatu kasus yang akan dicari hukumnya adalah dengan mencari nash hukum yang dijelas untuk kasus tertentu, setelah itu para mujtahid akan mencari ‘illat untuk kasus yang akan dicari hukumnya. Jika ditemukan adanya ‘illat maka mujtahid dapat menggunakan ketentuan hukum yang sama untuk kedua kasus tersebut, sedangkan jika tidak ditemukan ‘illatnya maka akan dicari ke hukum pokok (ashl).
Mengenai qiyas ini, Imam Syafi’i mengatakan “setiap peristiwa pasti ada kepastian hukum dan umat islam wajib melaksanakannya. Akan tetapi, jika tidak ada ketentuan hukumnya yang pasti, maka harus dicari pendekatan yang sah, yaitu dengan ijtihad, melalui qiyas”.
Qiyas dapat dianggap sebagai sumber hukum, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut.
  1. Sepanjang mengacu dan tidak bertentangan dengan Al Quran dan As Sunnah, qiyas diperlukan karena nash-nash dalam Al Quran dan As Sunah itu universal dan global. Sedangkan kejadian-kejadian pada manusia itu berkembang terus. Oleh karena itu, tidak mungkin nash-nash (teks dalam Al Qur’an) yang universal itu dijadikan sebagai satu-satunya sumber hukum terhadap kejadian-kejadian yang berkembang mengikuti zaman..
  2. Qiyas juga sesuai dengan logika yang sehat. Misalnya, orang islam meminum minuman yang memabukkan, Sangatlah masuk akal, bila setiap minuman atau makanan memabukkan yang diqiyaskan dengan minuman tersebut, menjadi haram hukumannya.
Jika diharamkan menjalankan suatau transaksi harta benda disebabkan karena transaksi itu mengandung pengkhianatan dan penganiayaan terhadap orang lain, maka sangat masuk akal kalau setiap transaksi kebendaan yang mengandung unsur pengkhianatan diqiyaskan kepadanya. Sehingga hukumnya adalah haram.
Argumentasi (kehujjahan) qiyas
Tidak perlu diragukan, bahwa argumentasi jumhur ulama didasarkan pada prinsip berfikir logis yaitu ayat Al Quran dan As Sunah.
“wahai orang-orang yang beriman! taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS 4:59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan : “kembali kepada Allah SWT dan Rasul (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kencenderungan; apa sesungguhnya yang dihendaki Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari ‘illat hukum, yang dinamakan qiyas.
Ketetapan hukum berdasarkan alasanya (‘illat) tersebut merupakan isyarat Al Quran tentang keharusan menggunakan qiyas dalam kasus-kasus yang tak ada nash nya. Apabila tidak dipahami demikian, maka perintah-perintah Allah SWT itu hanya bernilai ibadah tanpa semangat rasionalisme, yang tak ada dalil hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya. Nash hukum itu sendiri mengandung isyarat tentang tujuannya yang umum dan khusus yang menjadi dasar qiyas.
Dari keempat sumber hukum tersebut di atas, Al Quran merupakan sumber hukum yang pasti karena tidak perlu metode khusus untuk mengatakan ia adalah sumber hukum yang harus diikuti seorang muslim, sedangkan untuk As-Sunah penetapan agar ia menjadi sumber hukum juga tidak diperlukan metode khusus, kecuali memerlukan penggologan hadis berdasarkan perawinya seperti telah disebutkan diatas. Untuk Ijmak dan Qiyas telah dikembangkan metodologi baku untuk menetapkan suat hukum yang disebut sebagai Ilmu Fiqih. Ilmu fikih sendiri didefinisikan sebagai metodologi pengambilan/penetapan hukum tentang amal perbuatan manusia yang nashnya tidak ada di Al Quran dan As Sunah tetapi didasarkan atas dasar kesepakatan ulama. Sedangkan Ushul fikih ialah ilmu pengetahuan dari akidah-kaidah dan pembahasan yang dapat membawa kepada pengambilan hukum-hukum tentang amal perbuatan manusia dari dalil-dalil (Al Quran dan As Sunah) untuk menghasilkan hukum yang sesuai dengan syariat.
D A F T A R P U S T A K A
Wasilah,Sri Nurhayati.2008.Akuntansi Syariah di Indonesia.Salemba Empat.Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENTE

BAB IV RENTE Yang di maksud dengan rente adalah barisan modal yang sama besar, yang dibayarkan / diterima berturut-turut denga...