KEIMANAN DAN KETAQWAAN
Manusia akan mulya dan bermartabat di sisi Allah jika ia bisa memperoleh derajat keimanan dan ketaqwaan dengan amal ibadah dan tingkah laku yang dia kerjakan.
Keimanan dan ketaqwaan adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Jika kita melihat dari definisi kedua istilah tersebut tentunya hubungan antara kedua nya terlihat dengan jelas.
2.1 Pengertian keimanan dan ketaqwaan
1. Pengertian Iman
Secara etimologis, iman merupakan suatu keadaan sikap seseorang. Sedangkan secara umum iman dikatakan percaya. Maksudnya percaya yang menunjukan sikap yang terdapat di dalam hati. Orang yang percaya kepada Allah SWT dan lainnya yang tersebut di dalam rukum iman, walaupun dalam sikap keseharian tidak mencerminkan ketaatan atau kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih bisa disebut dengan orang yang beriman. Hal ini disebabkan karena keyakinan setiap manusia yang mengetahui urusan hatinya hanya Allah SWT yang mengetahui isi hatinya. Yang penting bagi mereka, mereka sudah mengucapkan dua kalimat syahadat dan telah menjadi Islam.
Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.
Keimanan diambil dari kata iman yang secara bahasa diartikan percaya. Namun, setelah mendapat imbuhan ke-an maka kata tersebut bisa diartikan menjadi suatu nilai religius yang dimiliki oleh setiap muslim untuk cenderung melakukan segala hal sesuai dengan aturan yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga kehidupan yang dijalaninya teratur sedemikian rupa.
Iman dapat dibedakan menjadi 2, yaitu iman haq dan iman bathil. Iman haq merupakan iman yang dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya. Sedangkan iman bathil adalah iman yang berpandangan dan bersikap selain dengan ajaran Allah.
- Pengertian Taqwa
Taqwa secara sederhana dapat diartikan sebagai menjaga diri atau hidup berhati-hati terhadap segala sesuatu yang tidak disukai Allah SWT. Taqwa bukan berarti suatu ‘penampilan luar’. Namun lebih merupakan suatu status ‘kedalaman’ diri (state of inner self) manusia yang manifestasinya terpancar pada kehidupan nyata.
Taqwa menggambarkan kesadaran yang paling dalam manusia tentang ‘eksistensi’ tuhan dan kewajiban serta loyalitasnya. Karena kesadaran inilah maka manusia yang taqwa akan senantiasa menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai Allah dan dengan ringan melakukan apa yang dikehendaki-Nya, serta berlaku adil dalam perbuatannya.
Takwa disini adalah kepatuhan tanpa syarat, dengan ikhlas akan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, Insyaallah.
Taqwa secara umum memiliki pengertian melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Orang yang bertaqwa adalah orang yang beriman, yaitu orang yang berpandangan dan bersikap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rosul, yakni orang yang melaksanakan sholat, sebagai upaya pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.
3. Wujud Iman
Wujud iman termuat dalam 3 unsur yaitu isi hati, ucapan, dan perbuatan. Dalam artian diyakini dalam hati yaitu dengan percaya akan adanya Allah SWT, diucapkan dengan lisan yaitu dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat, dan dilakukan dengan perbuatan maksudnya menjalankan seluruh perintah – Nya dan menjauhi seluruh larangan – Nya.
4. Tanda – tanda Orang Beriman
Dalam Al – Quran, orang – orang yang beriman dapat dinyatakan sebagai berikut:
a. Jika disebut nama Allah SWT (dengan ilmu), maka hatinya bergetar dan apabila dibacakan Al – Quran maka hatinya bergejolak untuk melaksanakannya (Al – Anfal : 2).
b. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarakan kerangka ilmu Allah yang diiringi dengan doa.
c. Tertib melaksanakan sholat dan selalu menjaga pelaksanaannya (Al – Anfal : 3 dan Al – Mu’minun : 2,7).
d. Menafkahkan rizki yang diterima (Al – Anfal : 3 dan Al – Mu’minun :4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya pemerataan ekonomi.
e. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (Al – Mu’minun : 3,5)
f. Memelihara amanah dan menepati janji (Al – Mu’minun : 6).
g. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (Al – anfal : 74).
h. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (An – Nur : 62).
5. Sifat-sifat orang yang bertaqwa
Puncak prestasi manusia disisi Allah ialah taqwa, banyak sekali disebutkan karakteristik orang-orang beriman didalam Al-Qur’an, patut kita telaah dan kita kaji sebagai cermin dan keteladanan dalam mengisi kehidupan menuju kepada kesempurnaan. Sebelum Al-Qur’an menjelaskan tentang hukum syari’at dan seluk beluk kehidupan manusia, lebih dahulu telah disifatkan orang-orang yang dapat menerima kebenaran Al-Qur’an tersebut. Pada lembaran permulaan setelah Al-Fatihah, yaitu pada awal surat Al-Baqarah.
“Alif lam mim, kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 2).
Selanjutnya dijelaskan pada ayat berikutnya sifat-sifat orang yang bertaqwa tersebut, antara lain :
ALADZIINA YU’MINUUNA BIL GHAIBI ( yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib ).
Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh panca indera. Percaya kepada yang ghaib yaitu mengi’tikadkan adanya sesuatu yang “wujud” yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, karena ada dalil yang menunjukan kepada adanya, seperti adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya–(Tafsir Depag).
Baik buruknya perilaku seseorang, amat tergantung tebal tipisnya iman kepada yang ghaib ini, semakin kuat imannya kepada yang ghaib akan semakin kuat dorongan untuk berbuat kebaikan. Mewakili sosok manusia taqwa yang penuh kejujuran dan tanggung jawab secara sempurna, seperti disebutkan dalam sebuah hadits :
“Ada tujuh golongan manusia istimewa disisi Allah kelak yang akan mendapatkan naungan kehormatan yang justru tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.
1. Imam yang ‘adil
2. Pemuda yang tumbuh berkembang dan senantiasa beribadah kepada Allah ta’ala
3. Seorang yang hatinya selalu tertambat pada masjid. ( Orang yang memperhatikan waktu-waktu shalat berjama’ah di masjid dan menjadikan masjid sebagai rumahnya yang kedua sesudah rumahnya ).
4. Dua orang yang berkasih sayang semata-mata karena Allah, baik ketika bertemu atau ketika berpisah.
5. Seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan yang cantik, namun ia menolak dengan mengatakan : “ Aku takut kepada Allah.”
6. Seorang yang bersedekah dirahasiakan, sehingga tidak diketahui oleh yang kiri apa yang dilakukan oleh yang kanannya.
7. Seorang yang berdzikir ingat kepada Allah sendirian sehingga berlinang air mata. (HR. Al-Bukhari dan Muslim ).
Contoh sosok manusia taqwa tersebut hanya ada pada manusia yang beriman kepada yang ghaib, meyakini dan mengamalkan kebenaran Al-Islam dan selalu merasa diawasi Allah yang disebut dengan Ihsan.
Sebaliknya menipisnya iman kepada yang ghaib akan semakin mudahnya manusia melakukan perbuatan tidak terpuji. Kontrol pengendali diri hanya mengandalkan kemampuan nalar tidak akan bisa lepas dari pengaruh nafsu, sedang nafsu cenderung kepada hal-hal yang negatif.
“(Nabi Yusuf berkata). “ Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh ( Allah ) Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf : 53 )
Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Allah) Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya setan ( yang menyesatkan) maka setan itulah yang akan menjadi teman yang akan selalu menyertainya.” (QS. Zukhruf :36).
Keserakahan dan kesewenang-wenangan yang ikut mewarnai peradaban hari ini lebih canggih lagi, karena didukung oleh intelektual dan material, kenakalan remaja, perkelahian antar pelajar ini juga merupakan bukti kelalaian orang tua dan guru yang hanya menitik beratkan kepada kecerdasan otak anak-anaknya dari pada mengisi jiwanya dengan aqidah dan keimanan kepada yang ghaib.
WA YUQIMUUNASH SHALAH, ( mereka adalah orang-orang yang menegakan shalat ).
Shalat menurut bahasa Arab artinya do’a. Menurut istilah syara’ ialah ibadah yang sudah dikenal, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikan dengan teratur dengan melengkapi syarat syarat rukun dan adabnya, baik yang lahir maupun yang bathin seperti khusyu’. Memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya. (Terjemah Al-Qur’an Depag).
Ibnu ‘Abbas berkata : “Iqomatus shalah yaitu menyempurnakan ruku, sujud, bacaan dan khusyu’ (Tafsir Ibnu Katsir ).
Seperti yang kita imani bahwa shalat merupakan tiang agama tidak menegakkanya berarti merobohkan agama. Shalat menopang azas keislaman, secara vertikal shalat mengukuhkan hubungan seorang hamba dengan penciptanya sekaligus memiliki nilai khusyu’ disisi Allah dan manfaat yang tidak ternilai bagi kemerdekaan jiwa yang mampu menahan diri dari keji (kedurhakaan) dan kemungkaran.
Allah berfirman :
“Sesungguhnya shalat itu mencegah ( perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat (shalat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Ankabut : 45)
Islam menekankan agar shalat dilakukan dengan berjama’ah dan mewajibkan shalat jum’at pada tiap-tiap pekan dengan berjama’ah menurut cara tertentu.
Adalah shalat berjama’ah itu melahirkan persatuan, kecintaan dan persaudaraan sesama kaum muslimin dan menjadikan mereka satu bangunan yang bersusun kuat. Ketika mereka berkumpul (shalat berjama’ah) dengan khusyu’ bagi Allah semata-mata. Mereka, ruku’ dan sujud bersama-sama, terpadulah hati mereka dan tumbuhlah pada diri mereka rasa persaudaraan antara sesama mereka.
Shalat berjama’ah itu melatih mereka untuk mematuhi seorang imam yang dipilih diantara mereka, mendidik mereka diatas ketertiban, disiplin dan menjaga waktu. Menciptakan sifat tolong menolong, berkasih sayang, persaman dan kerukunan dikalangan mereka.
(Prinsip-prinsip Islam : Abul A’la Maududi ).
WA MIMMA RAZAQNAAHUM YUNFIQUN. (Dari apa yang Kami rizkikan mereka infakkan).
Ibnu ‘Abbas berkata : “Zakat harta”
Qatadah berkata :” Belanjakan apa yang diberikan Allah kepadamu ( di jalan Allah ) sebab harta kekayaan hanya titipan sementara padamu dan tidak lama akan berpisah.”
Seringkali Allah menggandengkan perintah shalat dengan zakat dan infak, sebab shalat ibadah yang meliputi tauhid, pujian dan do’a serta penyerahan diri kepada Allah, sedang infak berupa uluran tangan dan budi baik kepada sesama manusia. Infak disini meliputi semuanya yang wajib maupun yang sunat. (Ibnu Katsir ).
Orang-orang yang menafkahkan hartanya disebut al-munfikin ( orang yang bertaqwa ).” Yaitu orang-orang yang menafkahkan ( hartanya ) baik diwaktu lapang maupun sempit.” (QS. Ali-Imran : 134 ).
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan orang-orang miskin yang tidak mendapatkan bagian ( tidak meminta ).” (QS. Adz-Dzariat : 156 ).
Sifat orang-orang yang bertaqwa yang ketiga ini membentuk manusia yang memiliki kepekaan sosial dan ukhuwah Islamiyah yang tinggi, sekaligus mengikis individualistis produk materialisme yang hanya mementingkan diri sendiri. Monopoli ekonomi, exploitasi terhadap sesama dalam setiap kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
WALADZIINA YU’MINUUNA BIMAA UNZILA ILAIKA WA MAA UNZILA MINQABLIKA. (Orang-orang yang beriman kepada Al-Kitab).
“Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu ( yakni Al-Qur’an ) dan kepada apa yang diturunkan dari sebelum kamu (yakni Zabur, Taurat dan Injil). (QS. Al-Baqarah : 4 )
Apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an.
“(Al-Qur’an ) ini adalah Al-Kitab yang tdak mengundang keraguan (pasti) didalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Baqarah :2).
Pada ayat yang lain Allah berfirman :
“Hai manusia telah datang kepadamu nasehat ( tuntunan ) dari ( Allah ) Tuhanmu dan obat penyembuh dari berbagai penyakit dalam dada dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS. Yunus : 57 )
Dengan penjelasan ayat-ayat tersebut maka jelas derap dinamika kehidupan manusia dengan segudang permasalahan yang sangat komplek justru sangat memerlukan bimbingan dan petunjuk wahyu. Sikap orang-orang beriman yang bertaqwa tidak diragukan lagi akan menjadaikan Al-Qur’an sebagai pedoman yang menempatkannya pada skala prioritas terdepan sebagai pemandu jalan hidupnya sampai ke surga kelak. Dalam hal ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga hawa nafsumu tunduk kepada apa yang aku bawa.” ( Al-Qur’an).” ( HR. Al-Hakim ).
“Al-Qur’an itu penolong yang diperkenankan pertolongannya dan pembela yang dibenarkan pembelaannya. Barangsiapa menjadikan Al-Qur’an di depan ( sebagai pedoman ) dia akan menuntun kedalam surga dan barangsiapa menjadikan Al-Qur’an dibelakang, maka ia akan menyeret ke dalam neraka.” (HR. Ibnu Hibban dan Baihaqi dengan sanad yang baik ).
WABIL AKHIRATIHUM YUUQINUUN. ( Dan terhadap hari akhir (kiamat) mereka iman (yakin).
Sudah menjadi kepastian dari Allah bahwa alam ini akan berakhir, kiamat pasti terjadi. Ini keyakinan orang yang beriman yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidak mungkin menjadi seorang mukmin (taqwa) tanpa iman kepada hari akhirat. Bahkan keingkaran seseorang kepada hari akhirat menjatuhkan dia dari derajat manusia kepada derajat binatang yang paling rendah.
Analisa para ahli ilmu sepakat bahwa alam ini tidak kekal. Semua kekuatan dan benda-benda yang ada didalamnya adalah terbatas, tidak boleh tidak satu ketika akan binasa. Para sarjana ilmu alam pun telah bulat pendapatnya, bahwa matahari suatu saat akan mati, dingin dan hilang cahanya. Keseimbangan daya tarik dan peredaran planet-planet pun akan lenyap.
Orang beriman meyakini bahwa akhirat itu lebih baik dari kehidupan di dunia ini.
“Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka. Kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” (QS. Al-Gashiyah : 25-26)
2.2 Sumber atau dalil keimanan dan ketaqwaan
Di dalam surat Al – Baqoroh : 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah SWT beserta ajaran – Nya (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu, orang yang beriman kepada Allah SWT berarti orang yang sangat amat rindu terhadap ajaran Allah SWT, yaitu yang terdapat dalam Al – Quran dan sunnah Rosul.
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan menurut Ibnu Majah Atthabrani, iman merupakan tambatan hati yang diikrarkan dengan lisan dan dilanjutkan dengan amal perbuatan (Al – iimaanu ’aqdun bil qalbi waiqraarun bilisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan antara hati, ucapan, dan tingkah laku atau perbuatan seseorang.
“Alif lam mim, kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 2).
2.3 Urgensi keimanan dan ketaqwaan
Urgensi keimanan adalah untuk mendapatkan nikmat dan anugerah dari Allah SWT Karena iman merupakan anugerah dan nikmat yang paling besar dan merupakan pemberian Allah SWT Sebagai wujud kasih sayang, sedangkan kenikmatan-kenikmatan yang lain merupakan pemberian Allah SWT yang belum tentu sebagai wujud kasih sayang Allah SWT.keimanan seseorang akan menghantarkan dirinya ke dalam surga dan disanalah dapat di peroleh segala-galanya.
Urgensi ketaqwaan adalah untuk mendapatkan kemulyaan dari Allah SWT semulya mungkin karena sesungguhnya orang yang paling mulya di hadapan Allah SWT adalah orang yang bertaqwa. Lebih dari pada itu orang yang taqwa akan di berikan solusi terbaik dari problem kehidupannya, di berikan rezeki berkecukupan dan kelak baginya disediakan surga yang penuh kenikmatan dan kelezatan. Mengingat sedemikian urgensinya ketaqwaan bagi manusia maka manusia perlu memahami betul tentang konsep taqwa dan menerapkan dalam kehidupan dimana saja.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Hadist.
Rosyid,Karsiman. 2009. Materi Perkuliahan Pendidikan Agama Islam. Kudus : Universitas Muria Kudus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar